Cerita Pak Yosef Membuat Siswa Gemar Membaca

Menjadi guru bukan hanyalah sebuah pekerjaan, tetapi merupakan sebuah panggilan hidup. Seorang guru tidak hanya bertugas untuk mengajar, tetapi juga membantu siswa mempersiapkan masa depannya nanti. Salah satunya adalah dengan memberikan bekal kemampuan membaca, salah satu kemampuan terpenting dan paling dasar dalam dunia pendidikan. Dan seorang guru di Kabupaten Sumba Barat Daya menjadi salah satu pahlawan tanpa tanda jasa yang saat ini masih berjuang untuk anak-anak muridnya.

Adalah Bapak Yosef Adi Ama, guru kelas awal (kelas 1-3 Sekolah Dasar) berusia 29 tahun yang saat ini juga menjadi wali kelas 2 di SDN Marokota, Kabupaten Sumba Barat Daya. Pak Yosef baru mengajar selama kurang lebih satu tahun. Menjadi seorang guru adalah sebuah panggilan hati bagi beliau. Walaupun profesi guru belum lama ia tekuni, Pak Yosef menyadari bahwa menjadi seorang guru di Sumba Barat Daya tidaklah mudah, terutama dalam meningkatkan kualitas literasi murid-muridnya. Sekolah memiliki keterbatasan buku-buku bacaan anak, sehingga Pak Yosef harus mengajar hanya menggunakan buku-buku kurikulum 13 saja. Sebenarnya sekolah tempat beliau mengajar sudah memiliki perpustakaan, namun koleksi bukunya masih sangat umum dan tidak sesuai dengan jenjang pendidikan atau kemampuan muridnya.

Sebagai seorang guru, Pak Yosef merasa bahwa kemampuan dan kreativitasnya dalam mengajar belum optimal. Ia masih belum menemukan metode maupun strategi yang tepat untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif, menyenangkan, dan mudah untuk diserap oleh murid-muridnya di kelas rendah. Hal ini turut menyebabkan kurangnya minat belajar dan membaca para siswa. Tidak hanya itu, menurut Pak Yosef, ruang kelas yang digunakan masih sangat tradisional, minim akan alat peraga atau pajangan yang dapat menunjang semangat dan aktivitas membaca para siswa di dalam kelas.

Keadaan menjadi berbeda ketika pada tahun 2022 SDN Marokota menjadi salah satu sekolah yang bermitra dengan Yayasan Literasi Anak Indonesia (YLAI) melalui Program Pengembangan Literasi Dasar. Program Pengembangan Literasi Dasar berupaya untuk meningkatkan kemampuan membaca siswa kelas awal (kelas 1-3 SD) di Sumba Barat Daya melalui Program Membaca Berimbang. Membaca Berimbang memiliki metodologi membaca yang inovatif untuk memberikan dukungan khusus dalam menerapkan program membaca yang kuat di kelas-kelas awal. Membaca Berimbang terdiri dari 6 komponen. Tiga komponen pertama fokus pada pengembangan budaya membaca di kelas, siswa termotivasi untuk membaca melalui lingkungan kelas yang ditunjang oleh adanya buku bacaan yang menarik dan sudut baca, dan kegiatan membaca buku bergambar secara teratur oleh guru dalam kegiatan Membaca Interaktif. Sedangkan tiga komponen kedua berkaitan dengan pengembangan keterampilan melalui mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.

 

“Kondisi kelas sebelumnya sangat tradisional dan kaku. Tidak banyak hal yang bisa dilakukan, buku-buku juga masih sangat terbatas jumlahnya. Saat ini, kelas saya menjadi kelas yang lebih ceria, banyak buku, poster, dan tulisan-tulisan yang berguna untuk menunjang proses belajar para siswa. Murid-murid saya sekarang selalu antusias ketika kegiatan membaca dimulai karena adanya buku-buku bacaan yang menarik dan sesuai dengan kemampuan baca mereka,” ujar Pak Yosef dengan wajah sumringah.

Selama dua tahun masa pelaksanaan program, Pak Yosef pelan-pelan mulai mempraktikkan metode dalam Membaca Berimbang yang telah ia pelajari. Untuk pengajaran fonik, Pak Yosef mempelajari bagaimana mengajarkan bunyi huruf dan cara menggabungkan bunyi- bunyi huruf yang membentuk suatu kata. Ia  kini memiliki jadwal pengajaran fonik, mengajarkan huruf satu persatu selama tiga kali pertemuan dalam seminggu, mengikuti langkah-langkah yang tertuang dalam rencana pengajaran, dan mulai mengevaluasi hasil kerja siswanya. Tidak hanya itu, Pak Yosef juga berkomitmen untuk membacakan satu judul buku bacaan interaktif sebanyak 3 kali pertemuan setiap minggunya di depan kelas. Ia bahkan sudah bisa memetakan kemampuan siswanya dan mengelompokkan mereka untuk kegiatan membaca buku dalam kelompok sesuai dengan kemampuan para siswa. Ruang kelas Pak yosef juga sudah memiliki sudut baca yang bisa dimanfaatkan siswa saat dan di luar jam pelajaran. Sudut baca ini juga dipenuhi hasil karya kerajinan tangan siswa, poster kosa kata, dan materi bacaan lainnya. Pak Yosef bahkan juga memiliki jurnal khusus yang ia gunakan untuk memonitor  perkembangan kemampuan baca siswanya setiap hari. 

Program Pengembangan Literasi Dasar juga melakukan pendampingan kepada guru-guru di sekolah dampingan, dan memfasilitasi kegiatan Kelompok Kerja Guru (KKG) yang menjadi wadah bagi para guru untuk saling berbagi pengetahuan dan informasi terkait literasi. Pelatihan juga dilakukan untuk Fasilitator Daerah (Fasda) agar dapat mengawasi dan mendampingi para guru. Tidak hanya itu, sekolah dampingan mendapatkan fasilitas berupa buku-buku bacaan yang disesuaikan dengan jenjang pendidikan murid dan menyediakan sudut baca di kelas. Pak Yosef dan para guru dampingan lainnya juga merasakan dukungan dan manfaat dari pendampingan yang dilakukan oleh Fasilitator Daerah (Fasda). Para Fasda secara konsisten mendampingi para guru secara langsung baik di sekolah maupun forum KKG yang rutin dilakukan untuk memantapkan materi tentang Membaca Berimbang. Upaya ini membantu guru menerapkan proses pembelajaran yang menyenangkan, menerapkan strategi mengajar yang tepat, mampu menciptakan ruang belajar yang nyaman dan menyenangkan bagi siswa. 

“Saat ini kami merasakan berbagai perubahan dalam mengajar dan khususnya dengan metode-metode yang menarik. Hal ini membuat saya lebih semangat dan kreatif dalam mengajar anak-anak murid. Proses belajar mengajar pun menjadi tidak monoton, kegiatan membaca menjadi kegiatan yang ditunggu-tunggu oleh murid-murid saya. Saya berharap semoga program ini terus digiatkan kedepannya untuk meningkatkan kualitas para guru dan sekaligus membantu anak-anak agar dapat semakin giat membaca. Semoga program ini juga bisa dirasakan teman-teman guru kelas awal di sekolah lain di Sumba Barat Daya. Keberadaan KKG dan dampingan dari Fasda juga turut membuat kami lega karena kami merasa memiliki komunitas yang saling mendukung dan memperkaya kemampuan kami sebagai seorang pendidik. Saya akan terus melakukan metode-metode yang telah saya pelajari ini kepada murid-murid saya karena memiliki dampak yang signifikan selama 2 tahun ini. Tentu hal ini juga membantu proses dan persiapan belajar anak-anak saat akan naik ke kelas tinggi (kelas 4-6 SD), karena selama ini masih banyak anak kelas tinggi yang belum lancar membaca,” jelas Pak Yosef.

Sumba Barat Daya merupakan salah satu kabupaten di Nusa Tenggara Timur yang masih mengalami permasalahan di bidang pendidikan seperti rendahnya tingkat literasi dan numerasi siswa di tingkat pendidikan dasar. Tingkat literasi Provinsi NTT menduduki provinsi keempat terendah berdasarkan hasil survei Indeks Angka Literasi Membaca setelah Papua, Papua Barat, dan Kalimantan Barat (Alibaca Kemdikbud, 2019). Berdasarkan Baseline Study yang dilakukan oleh WLF bekerjasama dengan YLAI dan Ninos pada tahun 2021, separuh siswa atau 58,2% SD kelas awal dari 10 sekolah di Sumba Barat Daya tidak dapat membaca atau merupakan non readers. Sebesar 35%,7% dapat membaca, namun hanya 5,7% dari siswa tersebut yang membaca dengan  pemahaman (readers with comprehension). Kondisi ini termasuk dalam kategori “Extreme Risk” dalam School Based Test About Reading (STAR), sebuah tes membaca yang dirancang untuk mengukur keterampilan dan kemampuan pemahaman siswa dalam membaca di kelas 1 hingga kelas 12. 

Rendahnya tingkat literasi siswa Sekolah Dasar di Sumba Barat Daya tentunya dapat menyebabkan dampak negatif bagi masa depan mereka. Kemampuan literasi tidak hanya menjadi kemampuan yang menjadi tuntutan bagi dunia pendidikan global, tetapi juga merupakan kemampuan essential yang dibutuhkan (required) untuk mengakses peluang di depan hari. Untuk menjawab tantangan ini, WLF berinisiatif untuk mengembangkan Program Pengembangan Literasi Dasar melalui kerjasama dengan ADARO Foundation dan YLAI. Program ini dilaksanakan selama dua tahun sejak Juni 2021 hingga  Mei 2023 di Sumba Barat Daya dengan menggunakan tiga pendekatan yaitu; meningkatkan kemampuan guru di sekolah sasaran agar mampu mengimplementasikan Program Membaca Berimbang, meningkatkan dukungan kepala sekolah terhadap pengembangan literasi pada kelas awal, dan mendorong Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumba Barat Daya khususnya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan untuk memberikan dukungan terhadap keberlanjutan Program Membaca Berimbang. Program ini merupakan salah satu komitmen WLF dalam mengupayakan perbaikan akses dan kualitas literasi dan numerasi di tingkat pendidikan dasar di Indonesia, khususnya bagi masyarakat di wilayah Indonesia timur. WLF menyadari bahwa kemampuan literasi dan numerasi merupakan salah satu bekal terpenting bagi anak-anak agar dapat bersaing dan mengoptimalkan potensinya dalam dunia pendidikan. 

Ditulis oleh: Marfi (YLAI)

Disunting oleh: Mariska Estelita (WLF)