Perjuangan Mama Kristina Kaka dari Kadoki Horo

Mengajar anak-anak usia dini bukanlah pekerjaan yang gampang. Masih banyak masyarakat yang menganggap keberadaan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) hanyalah sebagai tempat penitipan anak atau tempat bermain sebelum meneruskan ke jenjang pendidikan di Sekolah Dasar. Padahal, pendidikan anak usia dini merupakan hal yang penting dalam menentukan perkembangan anak dan kemampuan seorang anak di usia emasnya. Bekerja sebagai seorang tenaga pendidik atau tutor PAUD bukanlah pekerjaan yang sepele, apalagi jika dilakukan di wilayah yang masih menghadapi berbagai tantangan seperti Kadoki Horo, kecamatan Kodi, Sumba Barat Daya.

Mama Kristina Kaka adalah seorang pendidik di PAUD Wuku Wana, yang di sela-sela kegiatannya sebagai pengajar juga aktif menjadi kader Posyandu Birongo di desa Kadoki Horo, Kecamatan Kodi, Sumba Barat Daya. Selama ini, Mama Kristina mengamati bahwa anak-anak di PAUD kerap cepat merasa bosan ketika melakukan kegiatan seperti membuat garis dan bentuk, menulis, maupun berhitung. Anak-anak PAUD seringkali hanya ingin meniru gurunya saja, misalnya dalam kegiatan bernyanyi atau melafalkan huruf, angka, atau kata dengan bantuan poster-poster bergambar. Alhasil, demi tetap mendapatkan perhatian dan menjaga semangat anak, tenaga pendidik seperti Mama Maria kerap menyerah pada keinginan anak dan membiarkan mereka hanya melakukan kegiatan yang menyenangkan tanpa adanya kemajuan  dalam proses belajar. Keterampilan guru dalam menilai perkembangan anak juga masih sangat minim sehingga stimulasi yang diberikan kepada anak tidak sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak secara individu. Contohnya, anak yang kemampuan motorik halusnya sudah berkembang masih diberikan stimulasi yang sama dengan anak yang kemampuan motorik halusnya belum berkembang. Rencana pembelajaran dan materi ajar pun sangat terbatas sehingga tidak banyak variasi kegiatan yang menarik selain bernyanyi dan gerak tubuh. 

Cerita semacam ini tidak hanya dialami oleh Mama Kristina, tapi juga oleh tenaga pendidik PAUD lainnya. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya kegiatan dan simulasi yang diketahui dan dipahami oleh pendidik PAUD seperti Mama Kristina. Kegiatan belajar mengajar terasa monoton dan tidak terstruktur dengan baik. Kondisi ini mulai berubah ketika Mama Kristina mengikuti pelatihan rutin yang membantunya melakukan perannya sebagai pendidik PAUD dengan lebih baik sekaligus memahami soal kesehatan anak. Pelatihan ini merupakan bagian dari Program Pengembangan Modul PAUD HI (Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif). Inisiatif program ini lahir untuk mengisi adanya kesenjangan dalam dunia pendidikan anak usia dini khususnya di Sumba Barat Daya yang salah satunya disebabkan oleh kurangnya pemahaman tenaga pendidik dalam melakukan proses belajar mengajar dan memahami modul yang digunakan.

Ketika Mama Kristina dan tenaga pendidik PAUD lainnya mendapatkan pelatihan dalam Program Pengembangan Modul PAUD HI, terlihat adanya perbaikan dalam metode pengajaran dan adanya pemanfaatan bahan ajar seperti penggunaan bola kertas bekas dan sendok plastik yang dilakukan Mama Kristina. Pendidik PAUD perlu memberikan stimulasi yang tepat bagi anak sesuai dengan kebutuhannya agar perkembangan anak tidak tertunda. Mama Kristina mulai mengajak anak-anak membuat bola-bola kertas untuk melemaskan jari jemari sebelum mulai belajar. Kegiatan yang dilakukan untuk menstimulasi kemampuan motorik halus ini dimaksudkan untuk membantu anak agar lebih mudah dan tidak cepat lelah dalam belajar menggunakan alat tulis. Anak-anak PAUD juga mulai menjalani kegiatan belajar membuat garis  dan bentuk serta menulis huruf, angka, ataupun kata.

Di sisi lain, Mama Kristina juga aktif sebagai seorang kader Posyandu. Tugas Mama Kristina sebagai kader Posyandu ini menuntutnya lebih memahami nutrisi anak usia dini dan membantu meluruskan mitos-mitos yang ada di masyarakat Kodi agar dapat mengedukasi para orang tua dan pengasuh. Banyak mitos yang selama bertahun-tahun menyebabkan kesalahpahaman dan tanpa disadari turut menghambat tumbuh kembang anak khususnya di wilayah Kodi. Bagi masyarakat Kodi, ibu yang baru melahirkan dipercaya tidak boleh mengonsumsi daging kerbau agar anak tidak sering sakit panas. Masyarakat Kodi menganggap bahwa daging kerbau bersifat panas dan berserat kasar sehingga tidak baik untuk dikonsumsi oleh ibu yang baru melahirkan karena dikhawatirkan dapat menyebabkan penyakit bagi sang bayi. 

Mitos lain yang dipercaya oleh masyarakat lokal adalah anak yang tinggal di daerah panas perlu diberikan air putih sejak bayi. Padahal, pemberian air putih bagi bayi yang baru lahir merupakan tindakan yang berbahaya karena bayi di bawah usia 6 bulan hanya boleh mengkonsumsi ASI eksklusif. Pemberian air pada bayi dapat membahayakan ginjal bayi yang belum matang untuk menyaring air putih dengan benar, sehingga bayi rentan mengalami keracunan air atau intoksikasi air, perut kembung, dan diare. Kondisi ini jika dibiarkan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan bayi, dan menyebabkan rasa sakit bagi bayi. Pemberian air pada bayi hanya boleh dilakukan jika bayi berusia di atas 6 bulan dan sudah bisa mengkonsumsi MPASI.

Selain itu, masyarakat lokal juga percaya bahwa jika ibu menyusui bepergian ke luar rumah dalam waktu tertentu, misalnya ke pasar atau ke kebun, maka payudara ibu perlu dicuci bersih sebelum menyusui agar anak tidak menghisap keringat dan kotoran yang menempel di payudara ibu. Mereka juga memiliki kepercayaan bahwa air susu ibu perlu diperah terlebih dahulu sehabis bepergian karena air susu tersebut sudah basi. Mitos-mitos ini tentunya bisa mengganggu penerimaan nutrisi bayi dan balita, serta memberatkan bagi ibu menyusui.

Dalam sesi pelatihan pelatihan Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA) yang diberikan untuk para kader Posyandu, Mama Kristina mulai memahami beberapa kesalahan seputar mitos-mitos di masyarakat Kodi selama ini. Mengkonsumsi daging kerbau tidak menjadi masalah selama disajikan dengan bersih dan matang bagi ibu hamil. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama sejak kelahiran bayi juga mulai dikampanyekan kepada para orang tua. Mama Kristina dan kader Posyandu lainnya juga mulai memberikan edukasi dan mematahkan mitos-mitos seputar ibu menyusui. Informasi ini tidak hanya disebarkan oleh Mama Kristina kepada masyarakat Kodi termasuk ibu-ibu menyusui, tetapi juga kepada orang tua murid-murid di PAUD.

Memastikan tumbuh kembang anak tidak hanya memerlukan pemahaman yang baik dalam menyediakan stimulus kegiatan serta pengetahuan yang menjadi syarat bagi perkembangan proses belajar anak, namun juga pemahaman akan kecukupan gizi yang dibutuhkan anak untuk berkembang secara fisik. Para tenaga pendidik PAUD dan kader Posyandu merupakan salah satu aktor kunci dalam memastikan dan mengawal kualitas tumbuh kembang anak-anak di usia dini. Proses tumbuh kembang anak usia dini merupakan proses yang krusial dalam mempersiapkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) generasi di masa depan. Di sisi lain, berbagai tantangan dan permasalahan dalam mempersiapkan tumbuh kembang anak usia dini masih menjadi pekerjaan rumah yang panjang, terutama di Sumba Barat Daya. Untuk menjawab berbagai tantangan tersebut, WLF berinisiatif melakukan program yang fokus pada pengembangan anak usia dini melalui berbagai pendekatan, salah satunya adalah melalui peningkatan kapasitas tenaga pendidik PAUD dan kader Posyandu. Program Pengembangan Modul PAUD HI merupakan program yang didukung oleh William & Lily Foundation (WLF) yang bekerjasama dengan ADARO Foundation, dan dilaksanakan oleh ACER Indonesia sebagai mitra pelaksana. Program yang diimplementasikan selama dua tahun ini bertujuan untuk mengembangkan modul yang lebih responsif dengan kebutuhan lokal berdasarkan hasil pembelajaran menggunakan modul kurikulum pemerintah untuk tenaga penyedia layanan PAUD-HI. 

Ditulis oleh: ACER Indonesia

Disunting oleh: Mariska Estelita (WLF)